Profil Umum

Kelurahan
.

Kedungsuko

Profil Kelurahan

Kedungsuko adalah kelurahan di kecamatan Tulungagung, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, yang memiliki luas wilayah 0,82 km2, dengan jarak 1,3 km ke ibukota kecamatan Tulungagung.  Kelurahan Kedungsuko memiliki luas lahan 83,44 Ha, dimana 35 Ha digunakan sebagai sawah, 46,30 Ha digunakan sebagai pekarangan dan bangunan, dan 2,14 Ha adalah tanah kering lainnya.

Mata pencaharian masyarakatnya didominasi oleh wiraswasta (679 orang), diikuti dengan industry pengolahan (303 orang), jasa-jasa (260 orang), konstruksi dan bangunan (188 orang), pertanian (127 orang), angkatan dan komunikasi (36 orang), keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (22 orang). 

Sejarah Kelurahan

Cerita ini diawali dengan babad Tulungagung dan memang asal-usul nama daerah Kedungsoko yang sekarang ini telah menjadi kelurahan terkait dengan sejarah berdirinya Kota Tulungagung, atau babad Kabupaten Ngrowo. Lokasi Kelurahan Kedungsoko tepatnya di sebelah barat Kota Tulungagung, atau lebih tepat dikatakan berada di daerah pinggiran Kota Tulungagung bagian barat. Sekarang ini Kelurahan Kedungsoko telah menjadi kelurahan yang ramai, jalur masuk ke Kota Tulungagung, bisa melalui kelurahan ini, terutama dari arah selatan, dari arah Boyolangu dan Gondang.

Asal nama Kedungsoko dimulai pada jaman Pemerintahan Majapahit, hubungan antara daerah pedalaman sangat sulit, sehingga keamanan di sebelah selatan Sungai Brantas tidak dapat dikuasai. Sering disana-sini timbul pemberontakan. Berdirinya perguruan-perguruan sangat besar manfaatnya bagi kepentingan raja, karena selain mengajarkan ilmu, para guru umumnya juga merupakan mata telinga daripada perguruan negara. Demikian juga hubungannya dengan perguruan di dukuh Bonorowo, dekat Campurdarat yang terkenal dipimpin oleh seorang sakti bernama Kiai Pacet.

Kiai Pacet mengajarkan ilmu joyokawijayan, dia memiliki murid-murid pilihan, diantaranya:

  • Pangeran Kalang dari Tanggulangin
  • Pangeran Bedalem dari Kadipaten Betak
  • Menak Sopal dari Kadipaten Trenggalek
  • Kiai Kasan Besari tua-tua dari dukuh Tunggul
  • Kiai Singotaruno dari Dukuh Plosokandang
  • Kiai Sendang Gumuling dari Desa Bono
  • Pangeran Lembu Peteng putra Majapahit, termasuk murid baru

Sejarah Kelurahan Kedungsuko

Cerita ini diawali dengan babad Tulungagung dan memang asal-usul nama daerah Kedungsoko yang sekarang ini telah menjadi kelurahan terkait dengan sejarah berdirinya Kota Tulungagung, atau babad Kabupaten Ngrowo. Lokasi Kelurahan Kedungsoko tepatnya di sebelah barat Kota Tulungagung, atau lebih tepat dikatakan berada di daerah pinggiran Kota Tulungagung bagian barat. Sekarang ini Kelurahan Kedungsoko telah menjadi kelurahan yang ramai, jalur masuk ke Kota Tulungagung, bisa melalui kelurahan ini, terutama dari arah selatan, dari arah Boyolangu dan Gondang.

Asal nama Kedungsoko dimulai pada jaman Pemerintahan Majapahit, hubungan antara daerah pedalaman sangat sulit, sehingga keamanan di sebelah selatan Sungai Brantas tidak dapat dikuasai. Sering disana-sini timbul pemberontakan. Berdirinya perguruan-perguruan sangat besar manfaatnya bagi kepentingan raja, karena selain mengajarkan ilmu, para guru umumnya juga merupakan mata telinga daripada perguruan negara. Demikian juga hubungannya dengan perguruan di dukuh Bonorowo, dekat Campurdarat yang terkenal dipimpin oleh seorang sakti bernama Kiai Pacet.

Kiai Pacet mengajarkan ilmu joyokawijayan, dia memiliki murid-murid pilihan, diantaranya:

  • Pangeran Kalang dari Tanggulangin
  • Pangeran Bedalem dari Kadipaten Betak
  • Menak Sopal dari Kadipaten Trenggalek
  • Kiai Kasan Besari tua-tua dari dukuh Tunggul
  • Kiai Singotaruno dari Dukuh Plosokandang
  • Kiai Sendang Gumuling dari Desa Bono
  • Pangeran Lembu Peteng putra Majapahit, termasuk murid baru

Pada suatu hari Kiai Pacet telah mengadakan pertemuan dengan para muridnya. Pada pertemuan itu selain memberikan wejangan-wejangan ilmu, Kiai Pacet juga menceritakan bahwa di antara murid-muridnya ada yang mendirikan paguron, tetapi sayangnya tidak memberitahukan hal itu kepada gurunya. Kiai Kasan Besari merasa tertusuk perasaannya, dikarenakan dia sendirilah yang mendirikan paguron sebagaimana kata sindiran yang telah diucapkan di hadapannya dengan terus terang oleh gurunya tersebut. Dengan tanpa pamit, seketika itu juga Kiai Kasan Besari meninggalkan tempat pesamuan. Dengan kepergian Kiai Kasan Besari yang tanpa pamit itu, Kiai Pacet lalu menyuruh dua orang muridnya, yaitu Pangeran Kalang dan Pangeran Bedalem untuk menasehati Kiai Kasan Besari agar menyadari diri dan mau Kembali ke Bonorowo untuk tetap menjadi murid Kiai Pacet.

Apa sebab Kiai Pacet menunjuk kedua muridnya tersebut? Dikarenakan Kiai Pacet mengerti bahwa Pangeran Kalang dan Pangeran Bedalem dengan diam-diam juga menjadi murid dari Kiai Kasan Besari. Pada waktu itu putri dari Bedalem yang bernama Roro Kembangsore sedang berada di Tamansari. Roro Kembangsore merasa tidak keberatan bahwa Pangeran Kalang bersembunyi di situ, karena Pangeran Kalang masih pernah pamannya atau saudara kandung ayah Roro Kembangsore.

Kemudian datanglah Pangeran Lembu Peteng ke Tamansari untuk mencari Pangeran Kalang. Di Tamansari Pangeran Lembu Peteng bertemu dengan Roro Kembangsore. Putri dari Bedalem ini tidak mengakui bahwa pamannya (Pangeran Kalang) bersembunyi di situ. Namun akhirnya Pangeran Lembu Peteng tertarik akan kecantikan sang putri tersebut, dan menyatakan asmaranya seketika itu. Akhirnya Roro Kembangsore mengimbangi rasa kasmaran dari Pangeran Lembu Peteng tersebut.

Ketika dua merpati berlawanan jenis memadu kasih, maka Pangeran Kalang yang sedang bersembunyi di Tamansari dapat mengintip dan mengetahui bagaimana tindakan perilaku kemenakannya terhadap Pangeran Lembu Peteng. Dengan diam-diam Pangeran Kalang masuk ke dalam kadipaten untuk melaporkan peristiwa tersebut kepada kakaknya, yang tidak lain adalah Pangeran Bedalem.

Pangeran Bedalem setelah mendengarkan pelaporan dari adiknya, menjadi sangat marah, terus pergi ke Tamansari. Timbullah perang antara Pangeran Lembu Peteng dengan Pangeran Bedalem. Pangeran Lembu Peteng dapat meloloskan diri Bersama dengan Roro Kembangsore, tetapi terus dikejar oleh Pangeran Bedalem.

Kembali kepada kisah Kiai Kasan Besari yang berhasil meloloskan diri dari peperangan dengan murid Kiai Pacet. Ia menuju ke Desa Ringinpitu, rumah Kiai Becak, yaitu pernah kakaknya. Pada waktu Kiai Becak sedang berada di pendopo bersama dengan dua orang anaknya yang bernama Banguntulak dan Dadaptulak. Dengan kedatangan Kiai Kasan Besari, kedua anaknya tersebut lalu keluar untuk pergi ke ladang.

Kiai Kasan Besari mengatakan bahwa kedatangannya ke Ringinpitu bermaksud untuk meminjam pusaka Ringinpitu. Pusaka tersebut berbentuk tombak bernama Korowelang, dengan alasan untuk kepentingan Ngideri Pari. Kiai Becak tidak meluluskan permintaan adiknya tersebut. Akhirnya Kiai Kasan Besari marah, dan terjadilah peperangan. Di dalam peperangan tersebut Kiai Becak kalah dan mati terbunuh oleh adiknya sendiri, yaitu Kiai Kasan Besari.

Setelah terjadinya peristiwa tersebut, Kiai Kasan Besari terus pergi dengan membawa pusaka Korowelang. Waktu Dadaptulak dan Banguntulak pulang dari lading, mereka sangat terkejut melihat ayahnya berlumuran darah dan sudah tidak bernyawa. Oleh sebab tidak ada orang lain yang dating, kecuali Kiai Kasan Besari, maka Banguntulak dan Dadaptulak yakin bahwa pembunuh ayah mereka adalah Kiai Kasan Besari.

                Segera mereka mengejar Kiai Kasan Besari ke arah selatan, tidak lama kemudian berhasil menemukannya. Saat itu terjadilah pertempuran, Banguntulak dan Dadaptulak akhirnya dapat dikalahkan oleh Kiai Kasan Besari. Banguntulak, akibat dari pertempuran tersebut akhirnya kalah dan terluka serta berlumuran darah. Darahnya yang berbau langu. Maka tempat tersebut disebut dengan sebutan dinamakan Boyolangu. Sedangkan tempat dimana Dadaptulak meninggal dunia dinamakan Dadapan.

                Kiai Kasan Besari melanjutkan perjalanannya, ia berjumpa dengan Pangeran Bedalem yang saat itu sedang mengejar Pangeran Lembu Peteng. Pangeran Bedalem menceritakan tentang peristiwa sebenarnya, yang mana Kiai Kasan Besari dalam hal itu bersedia membantu Pangeran Bedalem. Kedua orang tersebut akhirnya bersama-sama pergi mencari Pangeran Lembu Peteng.

                Dengan keberangkatan kedua orang utusan tersebut, maka Kiai Pacet berpesan pada murid-muridnya yang lain supaya mereka mau tetap di Bonorowo untuk melanjutkan pelajarannya. Sedangkan Kiai Pacet akan mengadakan semedi di dalam sebuah gua, yang ditugaskan mengawasi di luar gua adalah Pangeran Lembu Peteng.

 

Kia Kasan Besari Ingin Membunuh Kiai Pacet

                Kiai Kasan Besar yang hatinya merasa tersinggung dan masih dalam keadaan marah terhadap gurunya, telah kedatangan kedua orang utusan dari Bonorowo, yaitu Pangeran Bedalem dan Pangeran Kalang. Saat bertemu, kedua utusan tersebut terjadi pembicaraan, bahwasanya Pangeran Bedalem tidak akan mencampuri urusan Kiai Kasan Besari dan Kiai Pacet, dan dia akan terus pulang ke Betak.

                Sebaliknya Pangeran Kalang malah menyetujui Kiai Kasan Besari, bahkan membakar semangat untuk diajak berontak dan membunuh gurunya. Setelah berunding beberapa waktu, maka berangkatlah mereka berdua ke Bonorowo, dengan tujuan membunuh Kiai Pacet, yang tidak lain adalah gurunya sendiri.

                Pada saat Kiai Kasan Besari dan Pangeran Kalang secara diam-diam masuk ke dalam gua tempat Kiai Pacet bersemedi tanpa diketahui oleh yang mengawasi, maka kedua orang itu merasa sangat terkejut saat memasuki gua, karena dalam penglihatannya telah berjumpa dengan seekor singa yang siap menerkamnya.

                Kiai Kasan Besari dan Pangeran Kalang cepat-cepat keluar dari gua, dan lari tunggang langgang. Konon, setelah kedua orang itu melarikan diri maka Kiai Pacet memanggil Pangeran Lembu Peteng yang berjaga di luar gua, dan ditanya mendengar apakah waktu Kiai Pacet sedang bersemedi. Pangeran Lambu Peteng menjawab, bahwa ia tadi telah mendengar suara gembludug, dan setelah dilihatnya tampak Kiai Pacet memegang cahaya yang kemudian diberi nama Kiai Gledug. Sedangkan daerah dimana kiai bersemedi sampai seakrang bernama Gledug.

                Selesai bersemedi, Kiai Pacet segera mengejar kedua orang yang sedang berlari tersebut, yang tak lain adalah muridnya. Kiai Kasan Besari mengerti kalau dikejar, segera mengeluarkan ilmu kanuragannya dengan membanting buah kemiri yang berubah menjadi seekor harimau. Kiai Pacet mengimbanginya dengan membanting bungkul gempaan yang berubah menjadi ular besar. Kedua binatang itu berkelahi, harimau kanuragan dari Kiai Kasan Besari kalah, dan berubah menjadi buah kemiri lagi. Tempat dimana Kiai Kasan Besari menderita kekalahan oleh Kiai Pacet dinamakan Desa Macanbang.

                Kiai Kasan Besari terus berlari untuk melarikan diri, sedang Kiai Pacet Bersama Pangeran Lembu Peteng kembali ke padepokan untuk mengerahkan semua muridnya guna menangkap Kiai Kasan Besari dan Pangeran Kalang. Murid dari Kiai Pacet disebar ke seluruh penjuru dengan dipimpin oleh Pangeran Lembu Peteng. Akhirnya, Pangeran Lembu Peteng dan teman-temannya dapat berjumpa dengan Kiai Kasan Besari dan Pangeran Kalang. Timbullah peperangan yang ramai. Akhirnya Kiai Kasan Besari melarikan diri ke Ringinpitu, sedangkan Pangeran Kalang dikejar terus oleh Pangeran Lembu Peteng.

                Pangeran Kalang lari ke Betak dan bersembunyi di Tamansari Kadipaten Betak yang lari bersama dengan Roro Kembangsore. Pada waktu Pangeran Lembu Peteng dan Roro Kembangsore sedang beristirahat di tepi sungai, datanglah Kiai Kasan Besari dan Pangeran Bedalem. Pangeran Lembu Peteng dapat ditangkap dan dibunuh. Lalu jenasahnya dibuang ke dalam sungai. Roro Kembangsore dapat meloloskan diri. Punakawan Pangeran Lembu Peteng yang telah mengasuhnya sejak kecil memberitahukan hal tersebut kepada Kiai Pacet.

                Kiai Pacet segera mengirimkan utusan, ialah Adipati Trenggalek yang diikuti oleh bekas punakawan Pangeran Lembu Peteng untuk mengadakan pelaporan ke Majapahit. Dalam perjalanan mereka bertemu dengan perwira Majapahit Bersama dengan Pangeran Suka, yang Ketika itu mendapat tugas dari raja untuk mencari putra yang meninggalkan kerajaan tanpa pamit, putra kerajaan tersebut tidak lain adalah Pangeran Lembu Peteng.

                Adipati Trenggalek menceritakan peristiwa terbunuhnya Pangeran Lembu Peteng. Setelah mengerti duduk perkaranya, maka Perwira Majapahit bersama dengan Pangeran Suka tersebut ingin membuktikan tempat kejadian itu bersama-sama dengan wadya balanya.

                Meskipun diadakan pengerahan tenaga untuk mencari Pangeran Lembu Peteng, namun jasad dari Pangeran Lembu Peteng tidak juga ditemukan. Sungai, dimana jenasah Pangeran Lembu Peteng dibuang, oleh perwira Majapahit diberi nama Kali Lembung Peteng.

 

Perwira Mada Mencari Jejak Pangeran Bedalem dan Kiai Besari

                Pangeran Bedalem setelah mendengar berita bahwa dia dikejar oleh bala tentara Majapahit, sangat ketakutan dan melarikan diri ke jurusan selatan. Karena takutnya maka Pangeran Bedalem bunuh diri dengan menceburkan diri ke sebuah kedung. Kedung tersebut lalu diberi nama Kedung Bedalem. Oleh karena kepemimpinan Kadipaten Betak kosong, maka yang diangkat menggantikan Pangeran Bedalem adalah Pangeran Kalang.

                Bala tentara Majapahit disebar untuk mencari Kiai Kasan Besari. Pasukan Majapahit yang bernama Pangeran Suka dalam mengadakan operasi pencarian ini kena dirunduk oleh Kiai Kasan Besari dan tergelincir masuk ke sebuah kedung hingga meninggal dunia. Kedung yang menjadi tempat peristiwa meninggal sang pangeran tersebut lalu dinamakan Kedungsuko.

                Akhirnya Kiai Kasan Besari dapat ditemukan di Desa Tunggul oleh Perwira Mada. Oleh karena Kiai Kasan Besari tidak menyerah, maka timbullah peperangan. Kiai Kasan Besari kalah dan terkena pusakanya sendiri, yaitu pusaka Korowelang. Dukuh tersebut oleh Sang Perwira dinamakan Dukuh Tunggulsari. Karena kecakapannya menumpas pemberontakan-pemberontakan dan kekeruhan-kekeruhan konon Sang Perwira akhirnya diangkat menjadi Patih dan mendapat gelar Patih Gajah Mada.

                Maka sejak saat itulah nama daerah ini dinamakan dengan Kedungsuko, yang sekarang ini telah berkembang menjadi sebuah kelurahan yang cukup ramai oleh aktivitas warganya. Perkembangan ekonomi masyarakat sudah meningkat, dan pendapatan masyarakat sudah membaik, sejahtera. Itulah sekilas riwayat nama daerah Kedungsuko.


Selengkapnya

Wilayah Kelurahan

1
RW
1
RT
Batas Kelurahan

  • Utara : Kelurahan Kampungdalem Kecamatan Tulungagung
  • Timur : Kelurahan Bago, Kelurahan Jepun Kecamatan Tulungagung
  • Selatan : Desa Beji Kecamatan Boyolangu
  • Barat : Kelurahan Karangwaru Kecamatan Tulungagung

Maklumat Pelayanan

Dengan ini kami seluruh penyelenggara pelayanan di Kelurahan Kedungsoko sanggup menyelenggarakan pelayanan sesuai standar pelayanan “PRIMA” (Profesional, ramah, ikhlas, mudah, akuntabel) dan apabila tidak menepati janji kami menerima sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku

Visi

Mewujudkan Kecamatan Tulungagung Sebagai Unit Organisasi yang Unggul Dalam Memberikan Pelayanan Kepada Masyarakat

Misi

  1. Mendorong dan Menumbuhkan Partisipasi Masyarakat Dalam Kegiatan Pemerintahan Pembangunan dan Sosial Kemasyarakatan
  2. Memberikan Pelayanan Terhadap Masyarakat

Struktur Pemerintahan

Kelurahan Kedungsuko

Kepala Kelurahan
ENY WAHYU ANDAMARI, SE

Sekretaris Kelurahan
WIJONARKO

Kasi Pemberdayaan dan Kesejahteraan Masyarakat
SUYANTI, S.Sos

Kasi Pemerintahan dan Pelayanan Publik
LULIK RAHAYU, S.AP

Kasi Ketentraman dan Ketertiban

Pengelola Keuangan
UMI USTADZAH, S.Sos

Pengadministrasi Umum
SRI HARTITIK

Pengadministrasi Umum
IMAM MASRUKIN

Pengadministrasi Umum
TOATI SODIQOH, SH

Pengadministrasi Umum
MUYOKO

Pengadministrasi Umum
ROBIYAH

Pengadministrasi Umum
KATMINI

Penyuluh Pemberdayaan Masyarakat kelurahan
DIAH AYU PUSPITA RANI, S.A.P.

Ingin tahu statistik kelurahan lainnya?


Kelurahan Dalam Angka